A. Definisi Ilmu Qiraat
Menurut Imam
al-Jazari ilmu qiraat adalah ilmu yang mempelajari tata cara pengucapan redaksi
al-Quran dan perbedaannya dengan menyandarkan bacaan tersebut kepada para
perawinya. Dari definisi tersebut dapat diambil beberapa pengertian:
a. Fokus
dan obyek ilmu ini adalah redaksi al-Quran, berbeda dengan tafsir yang lebih
menitik beratkan pada bagaimana cara memahami maknanya.
b. Ilmu ini
adalah ilmu riwayat atau ilmu yang berdasarkan penukilan dari para ahli qiraat
secara bersambung sampai kepada Nabi Muhammad saw dan bukan berdasarkan
ijtihad.
B. Latar Belakang dan Sejarah
Ilmu Qiraat
Jauh sebelum al-Quran diturunkan bangsa arab
terdiri dari beberapa macam kabilah. Secara garis besar mereka terdiri dari dua
kelompok. Pertama, mereka yang berada di kawasan pedesaan atau baduwi
yang selalu berpindah dari satu kawasan ke kawasan yang lain untuk mencari
penghidupan. Kedua, mereka yang berada di perkotaan. Dua kelompok
kabilah besar ini mempunyai dialek yang berbeda. Walaupun bahasa nasional
mereka sama, yaitu bahasa arab yang akhirnya digunakan oleh al-Quran
Dalam kondisi
seperti itulah al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Menghadapi hal ini, Nabi saw telah meminta keringanan
dari Allah swt agar supaya Allah swt meringankan cara membaca al-Quran. Lalu
turunlah hadits “al-Ahruf as-Sab’ah” yang terkenal itu:
إنّ هذا
القرآن أنزل على سبعة أحرف فاقرؤوا ما نيسر منه
“Sesungguhnya
al-Quran ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah apa yang mudah darinya”.
Dengan berbekal
peringanan ini Nabi mengajarkan al-Quran kepada para sahabatnya dengan berbagai
macam versi tersebut. Ada beberapa kejadian yang menyangkut para sahabat yang
saling menyalahkan bacaan yang lain. Akan tetapi, setelah dijelaskan oleh Nabi
saw bahwa semua perbedaan bacaan itu berasal dari Allah swt lalu mereka
memahaminya.
Qiraat atau
macam-macam bacaan al-Quran itu telah mantap pada Rasulullah saw yang kemudian
beliau ajarkan kepada para sahabat sebagaimana beliau menerima bacaan itu dari
jibril as. Pada masa sahabat munculah banyak ahli baca al-Quran yang menjadi
anutan masyarakat. Yang termasyhur dari mereka antara lain; Ubay bin Ka’b, Ali
bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ibnu Masud, dan Abu Musa al-Asy’ari. Mereka
itulah yang menjadi sumber bacaan al-Quran bagi sebagian besar sahabat dan tabi’in.
Kemudian pada
masa tabi’in, segolongan masyarakat telah mengkhususkan diri dalam penentuan
bacaan al-quran karena keadaan yang mendesak. Mereka menjadikan qiraat sebagai
disiplin ilmu tersendiri, sebagaimana mereka lakukan terhadap ilmu syariat yang
lain. Pada akhirnya mereka menjadi imam-imam qiraat yang dianut dan dirukuk
banyak kalangan. Namun dalam perkembangannya, qiraat menghadapi masalah yang
perlu ditangani serius sebagai akibat adanya hadis nabi yang menerangkan bahwa
al-Quran diturunkan dengan beberapa wajah bacaan. Sehingga banyak bermunculan
versi bacaan yang semuanya mengaku bersumber dari Rasulullah saw.
Pada akhir abad kedua hijriah, para ulama ahli al-Quran mulai
melakukan kegiatan penyeleksian dan menguji kebenaran qiraat yang diakui
sebagai bacaan al-Quran. Pengujian tersebut dilakukan dengan memakai kaidah dan
kriteria yang telah disepakati oleh ahli qiraat.
Suatu qiraat atau
bacaan al-Quran baru dianggap sahih apabila memenuhi tiga persaratan, yaitu:
1) Harus
mempunyai sanad yang mutawatir, yakni bacaan itu diterima dari
guru-guru yang dipercaya dan bersambung sampai kepada Rasulullah saw.
2) Harus
cocok dengan Rasm Utsmani
3) Harus
cocok dengan kaidah bahasa arab.
Dari penelitian dan pengujian yang dilakukan para
pakar qiraat dengan menggunakan kaidah dan kriteria tersebut, diputuskan bahwa
suatu qiraat bila ditinjau dari segi nilai sanad-nya akan terbagi
menjadi enam tingkatan qiraat, yaitu:
1. Mutawatir,
yaitu qiraat yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang cukup banyak pada
setiap tingkatan dari awal sampai akhir dan tersambung hingga Rasulullah saw.
2. Masyhur,
yaitu Qiraat yang mempunyai sanad yang shahih, tetapi jumlah perawinya
tidak sebanyak Qiraat mutawatir.
3. Ahad,
yaitu Qiraat yang mempunyai sanad yang shahih tetapi tidak cocok dengan Rasm
Usmani ataupun kaidah bahasa arab.
4. Syadz,
yaitu Qiraat yang tdak mempunyai sanad yang shahih atau pun tidak
memenuhi tiga syarat sah untuk diterimanya qiraat.
5. Mudraj,
yaitu Qiraat yang disisipkan kedalam al-Quran.
6. Maudlu’,
yaitu Qiraat buatan yakni disandarkan kepada seseorang tanpa dasar, serta tidak
mempunyai sanad ataupun rawi.
Dalam rangka memberi penghargaan
kepada tujuh imam Qiraat dan untuk memudahkan ingatan, maka nama-nama mereka
diabadikan sebagai nama suatu bacaan seperti Qiraat Nafi’, Qiraat Qolun dan
sebagainya.
Ketujuh imam qiraat tersebut adalah:
1. Di
Madinah: Imam Nafi’ bin Abi Nu’aim (w. 169 H).
2. Di
makkah: Imam Abdullah bin Kastir (w. 120 H).
3. Di
Bashrah: Imam Abu Amr bin al-‘Ala (w. 154 H).
4. Di Syam:
Imam Abdullah bin Amir (w. 118 H).
5. Di
Kufah: Imam ‘Ashim bin Abin Najud (w. 127 H).
6. Di
Kufah: Imam Hamzah bin Habib (w. 154 H).
7. Di
Kufah: Imam Ali al-Kisa’i (w. 189 H).
Ulama yang pertama
kali menyusun ilmu Qiraat adalah para imam Qiraat. Namun sebagian ulama
mengatakan bahwa yang pertama kali menyusun ini adalah Abu Umar Hafs bin Umar
ad-Duri. Sedangkan yang membukukan pertama kali adalah Abu Ubaid al-Qosim bin
Salam.
Berangkat dari
hal diatas, ilmu qiraat akhirnya mampu berkembang ke masyarakat. Perkembangan
tersebut tak lepas dari perjuangan para ulama qiraat yang keilmuannya dapat
dipertanggung jawabkan. Mereka itulah yang akhirnya dipilih sebagai ahli qiraat
dan bacaannya terabadikan hingga saat ini melalui apa yang disebut dengan qiraaat
sab’ah (qiraat tujuh) atau qiraat ‘asyr (qiraat sepuluh).
Keberadaan
al-Quran dan ilmu qiraat dalam kenyataanya ternyata masih menimbulkan ikhtilaf
di kalangan ulama. Sebagian ulama mempersamakan antara al-Quran dan Qiraat,
karena qiraat yang telah diterima bacaanya adalah al-Quran juga. Namun,
sebagian ulama lain berpendapat bahwa al-Quran dan Qiraat ada perbedaan. Al-
Quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Sementara Qiraat
adalah perbedaan redaksi dan cara membacanya.