KISAH-KISAH AL-QUR’AN
Tidak diragukan
lagi jika
cerita termasuk suatu hal yang menarik untuk disimak. Cerita ataupun
kisah akan mudah tertancap pada jiwa dan benak seseorang. Bahkan kita semua
tahu kalau cerita adalah salah satu cara untuk menarik perhatian anak kecil.
Umumnya orang memandang bahwa mendengar cerita suatu hal yang tak membosankan.
Sebaliknya orang-orang pada umumnya merasa bosan untuk mendengarkan ceramah.
Karena untuk memahami metode ini cukup sulit dibandingkan dengan metede
bercerita. Oleh karena itu metode cerita paling bermanfaat dan memiliki banyak
faedah.
Peristiwa dan
cerita yang berkaitan dengan sebab-akibat selalu menarik untuk disimak. Terutama
jika cerita-cerita itu memiliki pelajaran yang sangat berharga. Keinginan kuat
untuk mengetahui dan mendengarkan suatu cerita adalah salah satu faktor terkuat
berpengaruhnya nilai-nilai positif cerita tersebut bagi seseorang. Nasehat
terkadang tidak bisa langsung meresap ke dalam hati, tetapi jika esensi nasehat
itu terbungkus dalam kisah nyata maka tujuan dan isi nasehat akan lebih mudah
diterima.
Dewasa ini
bercerita merupakan salah satu seni bahasa dan sastra. Padahal al-Quran telah
mencontohkan hal ini semenjak belasan abad yang lalu.[1]
Sebagaimana telah disitir dalam al-Quran QS Yusuf : 3 ;
ß`øtwU Èà)tR y7øn=tã z`|¡ômr&
ÄÈ|Ás)ø9$# !$yJÎ/ !$uZøym÷rr& y7øs9Î) #x»yd tb#uäöà)ø9$# bÎ)ur |MYà2 `ÏB ¾Ï&Î#ö7s% z`ÏJs9 úüÎ=Ïÿ»tóø9$# ÇÌÈ
Kami
menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini
kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk
orang-orang yang belum mengetahui.
II.A. Pengertian
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata kisah berarti 'cerita tentang kejadian dalam
kehidupan seseorang'. Sedangkan cerita berarti 'tuturan yang membentangkan
bagaimana terjadinya suatu peristiwa, kejadian, dsb'.[2]
Bisa dikatakan bahwa kisah merupakan sinonim dari cerita. Yang kemudian kedua
kata tersebut silih berganti digunakan dalam tulisan ini.
Kata kisah
diserap dari bahasa arab, yaitu qishshah. Dan kata qishshah berasal dari qashsha-yaqushshu.
Yang mana kata ini merupakan akar dari
kata yang tersusun dari huruf qaf, shad, dan shad yang memiliki
arti asal 'mengikuti sesuatu'. Dikatakan qishshah, karena suatu kisah
itu dicari untuk diingat dan diikuti. Demikian Ibnu Faris menjelaskan.[3]
Sedangkan
ar-Raghib al-Ashfihani mengartikan kata yang berakar dari qishshah
dengan 'mengikuti jejak'.[4] Qishshah
juga dapat berarti 'berita yang bersifat kronologis', disampaikan tahap demi
tahap. Menurut Zahran di dalam Qashash al-Quran, qishshah adalah menguraikan
kejadian-kejadian dan menyampaikannya tahap demi tahap. Tujuan qishshah, kata
Asy-Sya'rawi, adalah untuk pelajaran dalam rangka memantapkan ide-ide yang
diamanatkan di dalam al-Quran.[5]
Kata qashsha
dan akar-akarnya disebutkan di dalam al-Quran sebanyak 30 kali; diantaranya
dalam kata kerja sebanyak 20 kali dan kata benda sebanyak enam kali.[6]
Kata kisah
dalam al-Quran juga menggunakan redaksi al-khabar, an-naba' dan al-hadits.
Meskipun masing-masing berbeda dalam penggunaannya. An-Naba' digunakan
untuk menceritakan peristiwa yang sudah lama sekali kejadiannya atau peristiwa
yang tidak diketahui oleh orang yang diceritakan.[7]
Sedangkan untuk menceritakan peristiwa yang diketahui baru terjadi atau
peristiwa yang masih bisa dilihat seperti kenyataan, digunakan kata al-khabar.
Al-Hadits untuk menceritakan lampau atau sekarang dengan cerita panjang
atau pendek. Al-Qashash untuk menceritakan lampau dengan cerita yang
panjang.[8]
Menurut Al-'Askari arti asal al-hadits adalah menceritakan diri sendiri
tanpa ada kaitannya dengan orang lain, dan al-khabar diri sendiri dan
orang lain.[9]
Kisah al-Quran
didefinisikan oleh Manna' al-Qathan dengan cerita tentang umat terdahulu dan
kenabian-kenabian yang lampau serta berbagai peristiwa yang telah terjadi dan
dimuat di dalam al-Quran.[10]
Memang kitab suci
terakhir ini banyak mencakup kejadian-kejadian lampau, cerita-cerita umat
terdahulu dan lain-lain. Sebagai kitab suci yang terakhir, al-Quran
memuat cerita-cerita terdahulu. Sebagaimana dalam sunan at-Tirmidzi bab
keutamaan al-Quran ;
Di dalam al-Quran tercakup cerita
sebelum kalian dan kabar setelah kalian.
II.B. Macam-macam
kisah dalam al-Quran
Dalam tujuan menyebarkan nila-nilai agama, al-Quran telah
menggunakan beberapa macam kisah. Menurut Manna' al-Qaththan macam-macam kisah
dalam al-Quran sebagai berikut[12]:
1.
Kisah
para nabi
Cakupan macam kisah yang pertama ini meliputi dakwah para nabi
terhadap kaum mereka, mukjizat mereka yang diberikan oleh Allah swt sebagai
penguat kenabian dan tahapan dakwah serta perkembangannya. Cerita pembangkangan
suatu kaum terhadap nabi mereka serta akibatnya masuk dalam macam kisah yang
pertama ini. Seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi
Yusuf, Nabi Isa, Nabi Muhammad, dan nabi serta rasul as yang lainnya.
2.
Kisah-kisah
qurani
Tentang peristiwa masa lampau atau personal dan kalangan tertentu.
Seperti kisah kaum berjumlah ribuan yang meninggalkan kampung halaman mereka
karena takut mati, Jalut dan Thalut, Ashabul Kahfi, Dzul Qarnain, Qarun,
Ashabus sabt, Maryam, Ashabul Ukhdud, Ashabul Fil, dll.
3.
Kisah
kejadian yang terjadi pada zaman Nabi saw
Seperti perang badar, uhud sebagaimana dalam surah Ali Imran,
perang Hunain, Tabuk dalam surah at-Taubah, perang Ahzab dalam surah Ahzab,
Hijrah, Isra', dll.
Sedangkan
Said 'Athiyyah dalam kitabnya al-I'jaaz al-Qashashi fi al-Quran membagi
macam-macam kisah di dalam al-Quran menjadi sebagai berikut[13]
:
a)
Kisah
sejarah
Yaitu kisah sejarah yang nyata dan disebutkan tempat, pelaku dan
kejadiannya. Akan tetapi perlu diingat bahwa catatan sejarah mengenai pelaku,
tempat dll. bukanlah tujuan dari cerita. Melainkan tujuan dari cerita itu ialah
mengambil manfaat dan pelajaran. Meskipun pelajaran itu bisa dipetik tanpa
disebutkan tempat ataupun waktunya.[14]
Seperti kisah Dzulqarnain QS al-Kahfi
:83-98. Kisah ini menceritakan tentang seseorang yang telah diberikan kekuasaan
di bumi. Bukan mengisahkan kepribadian Dzulqarnain atau siapa sebenarnya dia.
Karena hal ini jauh dari hikmah yang bisa diambil. Macam kisah ini banyak di
dalam al-Quran.
b)
Kisah
nyata (realita)
Yakni kisah yang dituturkan sebagai model atau contoh realita bagi
kehidupan manusia. Baik bagi pelaku kisah tersebut ataupun bagi orang yang
mencontohnya. Seperti kisah kedua putra Nabi Adam as, QS al-Maidah:27-31. Kisah
ini menjadi contoh realita bagi kejahatan dan kriminalitas di masyarakat.
c)
Kisah
perumpamaan
Yaitu kisah yang tidak keserupaan dengan kejadian nyata, akan
tetapi kemungkinan besar akan terjadi pada siapapun dan kapanpun. Seperti kisah
dua sahabat, salah seorang diantara keduanya memiliki dua kebun, QS al-Kahfi :
32-44. Kisah ini menjadi perumpamaan bagi dua sahabat, yang satu kaya raya,
dzhalim, sombong, dan kufur nikmat. Sedangkan satunya mulya karena keimanannya,
banyak bersyukur, dan selalu ingat pada Allah awt.
d)
Kisah
berkenaan dengan perasaan (emosional)
Al-Quran telah bercerita tentang cinta. Cerita itu sebagai bungkus
dari nasehat-nasehat al-Quran dan juga untuk menumbuhkan ide untuk mulai
mempelajari tingkah laku serta emosi manusia. Seperti kisah Nabi Yusuf dan
istri pejabat di Mesir, QS Yusuf:23-34.
e)
Kisah
simbolik
Kisah simbolik ini bisa digambarkan dari kisah bersujudnya malaikat
kepada Adam sebagai lambang kesediaan malaikat memberi bimbingan ke hati
manusia dan memeliharanya sesuai perintah Allah swt. Sedangkan keengganan iblis
sebagai pertanda bahwa kejahatan tidak mungkin akan sirna sama sekali, dan
bahwa manusia harus terus menerus berjuang menghadapi kejahatan.[15]
Kisah turunnya Nabi Adam as ke bumi bukan hanya memiliki makna turun ke bumi
saja. Akan tetapi juga memiliki isyarat makna dan simbol menurunnya tingkat permulaan
nafsu tabiat manusia kepada merasa mempunyai nafsu yang bebas dan bisa untuk
ragu dan bermaksiat.[16]
Dan juga seperti kisah Nabi Adam dan istrinya ketika diganggu iblis, QS
Thaha:120.
Menurut
hemat penulis, macam-macam kisah yang dikemukakan oleh Manna' al-Qaththan itu
dilihat dari tokoh dan setting waktu suatu kisah. Sedangkan klasifikasi Sa'id
Athiyyah lebih cenderung dilihat dari bentuk cerita.
II.C. Karakteristik dan Faedah Kisah-Kisah
dalam Al-Qur’an
a. Karakteristik
Kisah dalam Al-Qur’an
Al-Quran Al
Karim adalah risalah Allah swt bagi seluruh umat manusia. Maka dari itu, kisah
kisah yang terkandung di dalamnya tidak bisa disamakan dengan kisah kisah yang
terdapat dalam kitab maupun buku yang lain. Kisah kisah Al-Quran mempunyai
karakteristik tersendiri yang menggambarkan kandungan nilai tertinggi tanpa ada
yang bisa menandinginya. Berikut adalah karakteristik tersebut, diantaranya:
1.
Kisah
kisah dalam Al-Quran bukan khayalan.
Salah seorang akademisi yang telah mempelajari seni
seni kisah dalam kesusastraan berkata bahwa diantara unsur pentingnya suatu
kisah adalah khayalan yang bertumpu pada suatu tashawwur (pemikiran atau
imajinasi). Semakin tinggi unsur
khayalannya maka semakin menarik dan memikat jiwa sebuah kisah. Maka dia
mambuat suatu analogi antara kisah
Al-Quran dengan kisah sastra tersebut. Pendapat ini sangat tidak bisa
diterima. Al-Quran adalah kalamullah yang
kisah kisah di dalamnya bukan karya seni yang tunduk pada daya cipta imajinasi
dan kreatifitas seni. Dia suci dari penggambaran seni yang tidak peduli dengan
realitas sejarah. Semua kisah kisah yang terkandung dalam Al-Quran adalah fakta
sejarah yang tidak dapat dipungkiri. Firman Allah swt. dalam Surah Al-Kahf: 13
dengan jelas menyatakan kebenaran hal tersebut.
نحن نقص عليك نبأهم با
لحق
Kami ceritakan
kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenar-benar nya.
2. Pengulangan kisah kisah dalam Al-Quran.
Al-Quran
banyak mengandungkisah kisah yang diungkapkan secara berulangkali di beberapa
tempat. Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan dan dikemukakan dalam
bentuk yang berbeda antara tempat satu
yang dengan tempat yang lain. Terkadang ada bagian bagian dari kisah didahulukan,
sedangkan di tempat lain diakhirkan. Terkadang secara ringkas dan terkadang
pula secara panjang lebar, dan sebagainya.
Diantara hikmahnya adalah:
a.
Menjelaskan
ke-balaghah-an Al-Quran dalam tingkat yang paling tinggi. Diantara
keistimewaan balaghah adalah mengungkapkan sebuah makna dalam berbagai bentuk
yang berbeda. Dan kisah yang berulang itu dikemukakan dengan uslub yang berbeda
di setiap tempat sehingga tidak membuat orang merasa bosan, bahkan dapat
menambah makna makna baru yang tidak ditemukan di tempat lain.
b.
Menunjukkan
kemukjizatan Al-Quran. Sebab mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk
susunan kalimat yang salah satu bentuk saja tidak ada yang bisa menandingi.
c.
Pemantapan
nilai kandungan sebuah kisah. Terkadang sebuah kisah dipaparkan secara panjang
lebar agar lebih mantap dan berkesan dalam jiwa.
d.
Setiap
kisah memiliki maksud yang berbeda. Pengulangan kisah diperlukan sesuai dangan
kondisi dan tuntutan keadaan.
3.
Penuturan
unsur cerita.
Perlu diketahui
bahwa dalam seni bercerita memiliki beberapa unsur, yaitu; peristiwa, pelaku,
tempat dan waktu kejadian, serta latar belakang timbulnya cerita[17].
Kisah dalam al-Quran memiliki unsur-unsur cerita yang sedikit berbeda dengan
unsur seni bercerita diatas. Diantaranya yaitu; peristiwa, waktu, tempat,
tokoh, dan dialog.[18]
Cerita dalam
al-Quran memiliki karakter tersendiri dibanding cerita-cerita lainnya. Cara
penuturannya ada yang ditunjukkan nama tempat dan tokoh pelakunya serta
gambaran peristiwanya, seperti kisah Musa as dan Firaun (QS. Thaha ;78).
Kadangkala kisah hanya disebut peristiwanya tanpa ditunjukkan tempat dan
pelakunya. Ini karena kisah dalam al-Quran dimaksudkan untuk menarik pelajaran
darinya, bukan untuk mengurai sejarah kejadiannya.[19]
Al-Quran dengan
sistematis menyebutkan tokoh secara bervariasi. Pada kisah Nabi Musa as tokoh
Firaun yang sebagai musuh utama secara tegas disebutkan berkali-kali. Lain
halnya dengan kisah Nabi Musa dengan seorang hamba yang saleh, dan lain
sebagainya. Ini bermaksud untuk mempekuat pesan dan ibrah yang bisa
diambil dari karakter dan perilaku para tokoh tersebut.
4.
Memiliki
nilai-nilai positif dan pelajaran berharga
Tidak semua
cerita yang ditulis oleh manusia memiliki nilai dan pesan yang baik bagi
pembacanya. Terkadang sebagian cerita membuat orang tak mengenal arah dan
menjauhkannya dari nilai-nilai moralitas. Berbeda dengan kisah al-Quran yang
memiliki segudang hikmah yang bisa dipetik.
b. Faedah kisah dalam Al-Quran.
Kisah di dalam al-Quran tentunya memilki beberapa faedah
diantaranya :
1)
Menjelaskan
asas asas dakwah menuju Allah swt dan menjelaskan pokok pokok syariat yang
dibawa para Nabi.
وما أرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا
أنا فاعبدون (الانبياء :15)
Dan Kami tidak
mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya,
bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian.
2)
Meneguhkan
hati Rasulullah saw dan hati para umatnya atas agama Allah serta memperkuat
keyakinan mukmin akan kemenangan yang diraih kebenaran dan para pembelanya
serta hancurnya kebathilan dan para pengikutnya.
3)
Membenarkan
para nabi terdahulu serta menghidupkan kenangan atas mereka dan mengabadikan
jejak peninggalannya.
4)
Menampilkan
kebenaran risalah Rasulullah saw sesuai dengan yang diberitakannya tentang hal
ihkwal orang orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
5)
Menyingkap
kebohongan ahli kitab dengan cara membeberkan keterangan yang semula mereka
sembunyikan, kemudian menantang mereka dengan menggunakan ajaran kitab mereka
sendiri yang masih asli sebelum kitab itu diubah dan diganti, misalnya firman
Allah swt pada Surah Ali Imran ayat 93.
6)
Berkesan
dalam hati, menarik perhatian dan jiwa serta mudah dalam mengingatnya sebagai
pelajaran dalam mengarungi kehidupan.
لقد كان في قصصهم عبرة لأولى الألباب
Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang
orang yang berakal.
7)
Menjelaskan
hukum yang terkandung dalam kisah al-Quran.[20]
8)
Menggambarkan
keadillan Allah swt dengan menindak orang yang mendustakan Nabi.[21]
9)
Menggambarkan
anugerah Allah swt dengan memberi pahala bagi orang yang beriman.[22]
10)
Menghibur
Nabi Muhammad atas gangguan yang diterima dari orang yang mendustakannya.[23]
11)
Anjuran
bagi orang yang beriman agar keimanan mereka semakin mantab dan bertambah. Hal
ini bisa diketahui dengan keselamatan dan kemenangan orang yang mendahuluinya
dari golongan mukminin.[24]
12)
Ancaman
bagi orang kafir agar tidak terus menerus dalam kekufurannya.[25]
13)
Menetapkan
kerasulan Nabi saw. Karena cerita umat-umat terdahulu tidak ada yang
mengetahuinya selain Allah swt.[26]
Dalam
al-Mu'jam al-Maudlhu'i li Ayaat al-Quran al-Karim disebutkan beberapa
kisah yang termuat dalam al-Quran dan jumlahnya hampir 50-an. jumlah itu tidak
pasti, bisa jadi lebih dari itu. Tidak sedikit ulama yang menulis sebuah karya
khusus memuat kisah-kisah dalam al-Quran. Penulis hanya menyebutkan segelintir,
diantaranya yaitu;
ü Qashash al-Hayawaan fi al-Quran karya M Mutawalli asy-Sya'rawi
ü Qashash al-Quran karya Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi
ü Qashash al-Quran al-Karim karya Sa'id Muhammad al-Lahhaam
ü Shahih Qashash al-Quran karya Hamid Ahmad ath-Thahir al-Basyuni
ü Al-Qashash al-Qurani wa 'Atha'u
asy-Syabaab karya Muhammad
Adib Shalih
[1] Manna' bin Khalil al-Qaththan, Mabahits fi
Ulum al-Quran (ttp, maktabah al-Ma'arif ; 2000) hal. 316
[4]Husain bin Muhammad ar-Raghib
al-Ashfihani, Mufradat al-Quran (Beirut, Dar al-Ma'rifah;tt) Hal. 404
[8] Said Athiyyah, al-I'jaaz al-Qashashi fi al-Quran (Kairo, Dar
al-Aafaq al-Arabiyyah ; 2006) hal.37
[10] Manna' bin Khalil al-Qaththan, Mabahits fi
Ulum al-Quran (ttp, maktabah al-Ma'arif ; 2000) hal. 316
[11] Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, sunan at-Tirmidzi (Beirut, Dar
Ihya at-Turats al-'Arabi ; tt) hal.172 juz 5
[12] Manna' bin Khalil al-Qaththan, Mabahits fi
Ulum al-Quran (ttp, maktabah al-Ma'arif ; 2000) hal. 317
[13] Said Athiyyah, al-I'jaaz al-Qashashi fi al-Quran (Kairo, Dar
al-Aafaq al-Arabiyyah ; 2006) hal. 43
[15] M Quraish Shihab, Yang Halus dan Tak Terlihat: Setan dalam
Al-Quran, (Jakarta, Lentera Hati;2011) hal.50
[16] Said Athiyyah, al-I'jaaz al-Qashashi fi al-Quran (Kairo, Dar
al-Aafaq al-Arabiyyah ; 2006) hal.67
[17] Said Athiyyah, al-I'jaaz al-Qashashi fi al-Quran (Kairo, Dar
al-Aafaq al-Arabiyyah ; 2006) hal. 24
[18] Said Athiyyah, al-I'jaaz al-Qashashi fi al-Quran (Kairo, Dar
al-Aafaq al-Arabiyyah ; 2006) hal.68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar