MAKNA DI BALIK MAULID NABI
Di Negara kita, perayaan maulid
Nabi
Muhammad saw sudah menjadi rutinitas tahunan. Hampir seluruh lapisan masyarakat
islam memperingatinya, mulai dari istana negara sampai sudut mushala. Sebagian
muslimin bahkan memperingati maulid Nabi saw pada tiap malam senin ataupun
jum'at. Maulid Nabi saw biasanya diperingati dengan berkumpulnya beberapa orang
membaca al-Quran dan kisah teladan nabi saw sepanjang hidupnya. Kisah itu
biasanya berupa karya prosa maupun puisi yang berbahasa arab. Tidak jarang pula
acara peringatan maulid diisi dengan ceramah agama. Beberapa daerah di Indonesia memiliki ciri
khas dalam merayakan maulid nabi, seperti Jogjakarta yang terkenal dengan
grebek maulid, Surakarta dengan sekaten, dan Banyuwangi dengan endog-endog'an
nya.
Rabi'ul Awal sebelum kelahiran
baginda Nabi saw, merupakan bulan yang tidak memilki keistimewaan bagi orang
arab. Berbeda halnya dengan asyhur al-hurum, yang telah di-nash
kemuliannya oleh Allah swt dalam surah al-taubah;36 serta diagungkan oleh
bangsa arab kala itu dengan melakukan gencatan senjata pada bulan-bulan tersebut,
yaitu bulan Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Menarik
juga mengapa Nabi Muhammad saw tidak dilahirkan pada bulan-bulan tersebut.
Padahal bulan muharram adalah bulan penuh keutamaan dengan diselamatkannya
beberapa nabi terdahulu. Menurut As-Sayid Muhammad Alawi al-Maliki, Allah swt
menjadikan bulan Rabi'ul Awwal sebagai bulan kelahiran nabi agar keistimewaan
dan keutamaan nabi muhammad muncul dari diri beliau. Jika nabi saw dilahirkan
pada salah satu bulan asyhurul hurum maka seakan-akan keutamaan Nabi saw bersumber
dan mengikut pada keutamaan dan keistimewaan bulan-bulan tersebut. Setelah Nabi
saw dilahirkan pada bulan Rabi'ul Awal, bulan yang asalnya tidak memilki
keistimewaan ini menjadi istimewa dan mulia berkat kelahiran Nabi saw pada
bulan itu. Hal ini juga terjadi pada hari kelahiran nabi, yaitu hari
senin. Dahulu, orang arab hanya
mengetahui kemulyaan dan keutamaan bagi hari jum'at. Setelah nabi lahir pada
hari senin, hari itu menjadi mulia dan istimewa berkat nabi saw.
Sebagian ahli sejarah mencatat Al-Mudzaffar
Abu Sa'id Kaukabari (W. 360 H) sebagai orang yang pertama kali memperingati
Maulid Nabi saw, ia adalah seorang penguasa daerah Irbil yang masuk dalam
wilayah Mosul, Iraq. Sejarawan islam, Ibnu Katsir menceritakan bahwa sosok
penguasa Irbil ini setiap bulan Rabi'ul Awal memperingati maulid Nabi dengan
perayaan yang begitu semarak.
Memperingati
maulid nabi Muhammad saw memiliki beberapa nilai dan makna, diantaranya: Pertama,
nilai spiritual. Setiap insan muslim akan mampu menumbuhkan dan menambah rasa
cinta pada beliau saw dengan maulid. Luapan kegembiraan terhadap kelahiran nabi
saw merupakan bentuk cerminan rasa cinta dan penghormatan kita terhadap Nabi pembawa
rahmat bagi seluruh alam sebagaimana surah Yunus; 58. Karena figur teladan ini
diutus untuk membawa rahmat bagi seluruh alam (surah al-Anbiya'; 107).
Kegembiraan Abu Lahab dengan kelahiran Nabi saw saja dapat mengurangi siksa
neraka yang ia cicipi tiap hari senin. Apalagi kegembiraan itu disertai dengan
keimanan. Dengan memperingati maulid, kita akan sendirinya ingat dengan
perintah bershalawat kepada Nabi saw. Allah swt dan malaikat pun telah memberi
contoh bagi kita dengan selalu bershalawat kepada beliau saw (surah
al-Ahzab;56).
Kedua, nilai moral dapat dipetik dengan menyimak akhlak terpuji dan
nasab mulia dalam kisah teladan Nabi Muhammad saw. Mempraktikan sifat-sifat
terpuji yang bersumber dari Nabi saw adalah salah satu tujuan dari dutusnya Nabi
saw. Dalam peringatan maulid Nabi saw, kita juga bisa mendapat nasehat dan
pengarahan dari ulama agar kita selalu berada dalam tuntunan dan bimbingan
agama.
Keempat, nilai sosial. Memulyakan dan memberikan jamuan makanan para tamu,
terutama dari golongan fakir miskin yang menghadiri majlis maulid sebagai
bentuk rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta. Hal ini sangat dianjurkan oleh agama,
karena memiliki nilai sosial yang tinggi (surah al-Insan;8-9).
Kelima, nilai persatuan akan terjalin dengan berkumpul bersama dalam rangka
bermaulid dan bershalawat maupun berdzikir.
Diceritakan bahwa Shalahuddin al-Ayubi mengumpulkan umat islam dikala itu untuk
memperingati maulid Nabi saw. Hal itu dilakukan oleh panglima islam ini bertujuan
untuk mempersolid kekuatan dan persatuan pasukan islam dalam menghadapi perang
salib di zaman itu.
Semoga dengan memperingati Maulid
Baginda Nabi saw kita dapat memetik nilai-nilai positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar