METODE TAFSIR AL-QUR’AN
PENGERTIAN
METODE TAFSIR
Kata
“metode” berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti cara atau jalan. Di
dalam pemakaian bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti: “cara yang
teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud {dalam ilmu pengetahuan
dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.
Sedangkan
tafsir secara bahasa berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau
menerangkan makna yang abstrak. Sedangkan para Ulama
berpendapat: tafsir adalah penjelasan tentang arti atau maksud firman-firman
Allah sesuai dengan kemampuan manusia (mufassir).
Jadi yang
dimaksud metode tafsir Al-Qur’an adalah suatu cara yang teratur dan terpikir
baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah
di dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
METODE-METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Dari sekian lama perjalanan sejarah penafsiran Al-Qur’an,
banyak ditemui beragam tafsir dengan metode dan corak yang
berbeda-beda.Al-Farmawi membagi tafsir dari segi metodenya menjadi empat bagian
yaitu: metode tahlili, ijmali, Muqaaran dan maudhu’i.
- Metode Tafsir Tahlily
Metode
Tafsir Tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan
ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir
mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mushaf.
Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan
penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah (korelasi)
ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain.
Begitu pula, penafsir membahas mengenai sabab al-nuzul (latar belakang
turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, atau Sahabat, atau para
Tabi’in, yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu
sendiri dan
diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, seperti kebahasaan, hukum,
sejarah dan lain-lain
yang dipandang dapat membantu
memahami nash Al-Qur’an tersebut.
Kitab-kitab yang menggunakan metode ini diantaranya Tafsir al-Qur’an al-‘azhim karya Ibn Katsir, dan Tafsir
Kabir karya
Fakhr al-Din al-Razi.
Kelebihan
metode Tahlily
·
Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat,
karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat
dalam mushaf.
·
Mudah mengetahui relevansi/munasabah antara suatu surat atau
ayat dengan surat atau ayat lainnya.
·
Memungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua
ayat, meskipun inti penafsiran ayat yang satu merupakan pengulangan dari ayat
yang lain, jika ayat-ayat yang ditafsirkan sama atau hampir sama.
Kelemahan
metode Tahlily
·
Faktor subyektivitas tidak mudah dihindari misalnya adanya
ayat yang ditafsirkan dalam rangka membenarkan pendapatnya.
·
Terkesan adanya penafsiran berulang-ulang, terutama terhadap
ayat-ayat yang mempunyai tema yang sama.
- Metode Tafsir Ijmaly
Metode
Tafsir Ijmaly adalah suatu metode Tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan cara mengemukakan makna global. Di dalam sistematika uraiannya, penafsir
akan membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam mushaf. Kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh
ayat tersebut.
Muffasir
dengan metode ini, dalam penyampaiannya menggunakan bahasa yang ringkas dan
sederhana, serta memberikan idiom yang mirip, bahkan sama dengan Al-Qur’an.
Sehingga pembacanya merasakan seolah-olah Al-Qur’an sendiri yang berbicara
dengannya. Sehingga dengan demikian dapatlah diperoleh pengetahuan yang
diharapkan dengan sempurna dan sampai kepada tujuannya dengan cara yang mudah
serta uraian yang singkat dan bagus.
Dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan metode ini, mufassir juga meneliti,
mengkaji dan menyajikan asbab al-nuzul atau peristiwa yang melatar
belakangi turunnya ayat, dengan cara meneliti hadits-hadits yang berhubungan
dengannya.
Metode ini digunakan oleh beberapa kitab diantaranya Tafsir al-jalalain, karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan
Jalal al-Din al-Mahalli, Shofwah al-bayan Lima’ani Al-Qur’an, karya
Syeikh Hasanain Muhammad Makhluf.
Kelebihan
metode Ijmaly
·
Praktis dan mudah dipahami,
·
Bebas dari penafsiran israiliyat dan akrab dengan
bahasa Al-Qur’an
Kekurangan
metode ijmaly
·
Menjadikan petunjuk Al-Qur’an bersifat Parsial dan Tidak mampu mengantarkan pembaca
untuk mendialogkan Al-Qur’an dengan
permasalahan sosial maupun keilmuan yang aktual dan problematis.
- Metode Tafsir Muqaran
Yang
dimaksud dengan metode ini adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an
yang ditulis oleh sejumlah mufassir. Disini seorang mufassir menghimpun beberapa ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian ia
mengkaji dan meneliti penafsiran para mufassir mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir
mereka, apakah mereka itu mufassir dari generasi salaf maupun khalaf, apakah
tafsir mereka itu tafsir bi al-ma’tsur maupun al-tafsir bi al-Ra’yi.
Jadi
metode tafsir muqaran adalah menafsirkan sekelompok ayat Al-Qur’an dengan cara
membandingkan ayat dengan ayat, atau antara ayat dengan hadits, atau antara
pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari
obyek yang dibandingkan itu.
Kitab-kitab yang menggunakan metode ini antara lain Durrah
al-Tanzil wa Ghurrah al-Tanwil karya
al-Iskafi yang terbatas pada perbandingan antara ayat dengan ayat, Al-Jami’
li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurthubi
yang membandingkan penafsiran para mufassir dan Rawa’i al-Bayan fi Tafsir
Ayat al-Ahkam karya ‘Ali al-Shabuny.
Kelebihan
metode Muqaran
·
Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap
pendapat orang lain.
·
Tafsir dengan
metode muqaran ini amat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai
pendapat tentang suatu ayat.
·
Dengan menggunakan metode muqaran ini, maka mufassir
didorong untuk mengkaji berbagai ayat dan hadits-hadits serta pendapat-pendapat
para mufassir yang lain.
Kekurangan
metode muqaran
·
Penafsiran yang menggunakan metode ini, tidak dapat
diberikan kepada para pemula.
·
Metode muqaran kurang dapat diandalkan untuk menjawab
permasalahan sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. Hal itu disebabkan metode
ini lebih mengutamakan perbandingan daripada pemecahan masalah.
·
Metode muqaran terkesan lebih banyak menelusuri
penafsiran-penafsiran yang pernah di berikan oleh ulama daripada mengemukakan
penafsiran-penafsiran baru. Sebenarnya kesan serupa itu tak perlu timbul bila
mufassirnya kreatif.
4.
Metode tafsir maudhu’i
Metode
tafsir maudhu’i juga disebut dengan dengan metode tematik yaitu menghimpun
ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, sama-sama
membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turunnya
ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan
penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi
tafsirnya ini dengan metode maudhu’i, dimana ia melihat ayat-ayat tersebut dari
seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang
digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat
memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya,
sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat
menolak segala kritik.
Metode ini digunakan oleh beberapa kitab diantaranya al-mar’ah fi al-Qur’an dan al-Insan
fi al-Qur’an al-Karim
karya Abbas Mahmud al-Aqqad dan al-Riba fi al-Qur’an al-Karim
karya Abu al-‘A’la al-Maududi.
Kelebihan metode maudhu’iy
·
Hasil tafsir
maudhu’iy memberikan pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan hidup
praktis, sekaligus memberikan jawaban terhadap tuduhan/dugaan sementara orang
bahwa al-Qur’an hanya mengandung teori-teori spekulatif tanpa menyentuh
kehidupan nyata.
·
Sebagai jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berubah dan berkembang, serta menumbuhkan rasa kebanggaan
terhadap al-Qur’an.
·
Studi terhadap ayat-ayat terkumpul dalam satu topik tertentu
juga merupakan jalan terbaik dalam merasakan fasahat dan balaghah
al-Qur’an.
·
Kemungkinan untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih
mendalam dan lebih terbuka.
·
Tafsir maudhu’iy lebih tuntas dalam membahas masalah.
Kekurangan
metode Maudhu’iy
·
Mungkin melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam.
·
Tidak menafsirkan segala aspek yang dikandung satu ayat,
tapi hanya salah satu aspek yang menjadi topik pembahasan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar